by
Kewenangan yang lebih besar, nyata, dan bertanggung jawab yang didelegasikan oleh Pemerintah kepada pemerintah daerah melalui Undang-Undang (UU) Nomor 9 Tahun 2015 tentang Pemerintahan Daerah, melahirkan konsekuensi logis berupa kebutuhan terhadap proses pengambilan keputusan yang cepat dan tepat. Proses pengambilan keputusan seperti itu membutuhkan informasi yang memiliki karakteristik yang bersifat menyeluruh, akurat, dan mutakhir. Karakteristik informasi seperti itu hanya dapat dihasilkan secara cepat dengan dukungan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK).
Berdasarkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2018 Tentang Pedoman Evaluasi Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik dimaknai bahwa TIK adalah suatu sarana/perangkat yang digunakan dalam pengolahan data untuk menghasilkan laporan melalui pendayagunaan keahlian (brainware), perangkat lunak (software), dan perangkat keras (hardware) yang dioperasikan dengan prosedur tertentu. Jika dilihat seberapa jauh kemampuan pemerintah daerah dalam mengimplementasikan PP tersebut, maka akan ditemukan kesenjangan (gap) antara tuntutan dan kemampuan. Keadaan ini mengindikasikan suatu kebutuhan terhadap sumber daya TIK bagi Perangkat Daerah (PD) yang diberi kewenangan dalam memberikan pelayanan TIK.
Dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 3 Tahun 2003 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan E-Government dan Rancangan Peraturan Presiden 2017 tentang Penyelenggaraan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (PSPBE), diamanatkan bahwa setiap gubernur dan bupati/walikota agar mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai dengan tugas, fungsi dan kewenangannya sehingga pengembangan E-Government secara nasional dapat terlaksana. Walaupun hampir satu dekade sudah berlalu sejak Inpres tersebut diterbitkan, kenyataannya penerapan E-Government di Indonesia masih tertinggal jauh dibandingkan dengan negara lainnya. Keadaan tersebut diperkirakan terutama disebabkan oleh pemahaman yang terbatas di kalangan para pengambil keputusan tentang manfaat TIK sebagai solusi terhadap berbagai masalah yang terdapat di lingkungan pemerintahan. Berbeda dengan pemerintah, sektor swasta di Indonesia lebih intens dalam memanfaatkan business process reengineering sebagai solusi optimal dalam meningkatkan efisiensi dan kualitas kerja.
Bagi Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprovsu), implementasi otonomi daerah diwujudkan dalam kewajiban untuk menjamin pelayanan umum yang sangat mendasar kepada masyarakat, dunia usaha, dan pegawai pemerintah berdasarkan kewenangan dan bidang-bidang yang wajib dilaksanakan Pemprovsu. Secara berkelanjutan, Pemprovsu terus berupaya memperbaiki mutu pelayanan umum mulai dari identifikasi dan standarisasi pelayanan, peningkatan kinerja pelayanan, dan monitoring pelayanan. Usaha ini diharapkan mampu menciptakan penyampaian pelayanan yang adil dan merata bagi semua pemangku kepentingan yaitu masyarakat, dunia usaha, dan pegawai pemerintah baik yang bersifat lokal, nasional, maupun internasional.
Untuk mendukung penyelenggaraan tata pemerintahan yang tertib, transparan, efektif, dan efisien dalam memberikan pelayanan umum yang mendasar kepada anggota masyarakat, dunia usaha, dan pegawai pemerintah, pemanfaatan TIK menjadi suatu keharusan. Pemanfaatan TIK dimaksud dituangkan dalam suatu konsep e-government yang dapat menjembatani hubungan antara pemerintahan dengan masyarakatnya, pelaku bisnis, industri, atau sesama pemerintahan baik dalam hubungan vertikal maupun horizontal.
Berdasarkan survei yang dilakukan, Pemprovsu belum optimal dalam upaya pemanfaatan TIK untuk penyelenggaraan tata pemerintahan dan penyampaian pelayanan terbaik bagi seluruh pemangku kepentingan. Selain itu, rendahnya implementasi TIK pada Pemprovsu juga disebabkan antara lain:
Tidak optimalnya penggunaan TIK di lingkungan Pemprovsu menyebabkan beberapa peluang tidak dapat diraih, antara lain:
Hal-hal seperti diuraikan di atas menjadi dasar diperlukannya penyusunan Rencana Induk Pengembangan (RIP) e-Government Pemprovsu.