Artikel

27OKT2022

Mitigasi Risiko Hukum Pembuatan Kebijakan dan Peraturan Gubernur Sumut Yakinkan Setiap Keputusan Berorientasi Keadilan dan Kesejahteraan

MEDAN, 27/10 - Gubernur Sumatera Utara (Sumut) Edy Rahmayadi mengatakan, setiap kebijakan dan peraturan dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumut, sudah seharusnya melalui proses dan mekanisme yang berlaku. Serta tetap berorientasi pada keadilan dan kesejahteraan masyarakat.

 

Hal tersebut disampaikan Gubernur Edy Rahmayadi saat memberikan sambutan di acara Penyuluhan Hukum dengan topik ‘Mitigasi Risiko Hukum Pembuatan Kebijakan dan Peraturan’, di Hotel JW Marriot, Jalan Putri Hijau Medan, Kamis (27/10). “Tentu semuanya sudah melalui proses dan mekanisme yang berlaku. Serta berorientasi pada keadilan dan kesejahteraan masyarakat,” katanya.

 

Gubernur mengapresiasi adanya kegiatan mitigasi hukum tersebut. Diharapkan, melalui kegiatan tersebut, Pemprov Sumut dan pemerintah kabupaten/kota mendapatkan kepastian dalam membuat kebijakan maupun peraturan. Sehingga bisa menjawab berbagai persoalan di masyarakat dan terwujudnya keadilan.

 

 

“Aturan main ini kan membuat orang harus adil. Yang benar ya benar, dan yang salah ya salah, jadi ada kepastian. Tugas kita ini kan menyejaterakan rakyat. Tetapi kita harus menghadapi persoalan hukum yang menguras energi. Saya mau ada kejelasan, kalau memang salah ya kita perbaiki,” sebut Gubernur.

 

Selain itu, Gubernur berharap, dengan penyuluhan tersebut, setiap aturan main dan keputusan pemerintah tidak terus menerus menjadi perdebatan, tetapi bagaimana masyarakat memahaminya. Sehingga tidak ada alasan untuk mereka-reka dan mencari peluang untuk berbuat kecurangan.

 

Sementara dalam kegiatan tersebut, Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun), Kejaksaan Agung Feri Wibisono menyampaikan, beberapa jenis risiko hukum, memiliki indikator masing-masing. Seperti masalah administrasi kebijakan yang kemudian bisa menimbulkan sengketa yang prosesnya masuk Peradilan Tata Usaha Negara (TUN), serta uji materil di Mahkamah Agung (MA).

 

Selanjutnya yakni perkara Perdata Kontrakuil yang prosesnya melalui peradilan perdata, arbitrase hingga ADR (Alternative Dispute Reslution) atau mediasi. Sedangkan yang ketiga, kata Jamdatun, ada persoalan tindak pidana korupsi dengan indikator kesengajaan, melawan hukum, penyalahgunaan wewenang, serta menguntungkan diri sendiri.

 

Selain itu, Feri juga memaparkan tentang bagaimana kebijakan yang masuk kategori diskresi dengan sejumlah ukuran tertentu. Sebab biasanya, untuk menyelesaikan masalah yang timbul dalam keadaan genting dan memaksa, dan belum ada peraturan penyelesaiannya, bisa dilakukan.

 

“Harus ada Conditio Sine Quo Non (teori ekuivalensi atau sebab akibat/kausalitas) yang mendasarinya. Harus tetap selaras dengan maksud ditetapkan kewenangan atau sesuai dengan tujuan akhir. Dan dalam pelaksanaannya haruslah tindakan yang sesuai dengan hukum,” jelasnya, dalam kegiatan yang dipandu Afifi Lubis, mantan Sekdaprov Sumut di hadapan puluhan aparatur pemerintahan provinsi dan kabupaten/kota se-Sumut. ** (H13/DISKOMINFO SUMUT)-(RV)